Bangsa
Jawa yang paling toleran di Nusantara
dalam sumpah pemuda 1928 tidak mau menuntut Bahasa Jawa sebagai bahasa
persatuan. Padahal lebih dari limapuluh prosen penduduk Nusantara menggunakan
bahasa Jawa. Mengapa? Itulah kelebihan bangsa Jawa dalam soal toleransi.
Walaupun demikian bangsa lainnya di Nusantara sering mengejek bangsa Jawa
sebagai bangsa anu, ini, dan itu.
Satu-satunya kerajaan bangsa Jawa yang cukup eksis hingga awal milenium ketiga
dalam negara kesatuan Republik Indonesia ialah Kerajaan Ngayogyokarto
Hadiningrat atau Kasultanan Yogyakarta. Hal itu sudah diprediksi oleh Sang
nujum masyhur Joyoboyo dengan syairnya sebagai berikut:
Banjur ana
Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit
Negarane ambane saprawolon
Tukang mangan suap saya ndadra
Wong jahat ditampa
Wong suci dibenci
Timah dianggep perak
Emas diarani tembaga
Negarane ambane saprawolon
Tukang mangan suap saya ndadra
Wong jahat ditampa
Wong suci dibenci
Timah dianggep perak
Emas diarani tembaga
Suatu masa kelak ada seorang raja
yang berkharisma dan memiliki prajurit akan tetapi wilayahnya cuma seperdelapan
bagian saja. Gambaran jaman di masa itu terjadi suap-menyuap besar-besaran
dalam segala bidang. Orang yang berwatak jahat diterima di mana-mana dan orang
yang jujur malah dibenci semua orang. Timah yang putih mengkilap dianggap
perak, sebaliknya emas yang berkilauan dan berharga tampak cuma dinilai sebatas
tembaga.
Kasultanan Yogyakarta yang sekarang
ini dalam hal luas wilayahnya sudah demikian persis sama sejak masa kolonial
Belanda yakni pada 1755, saat itu ditandatangi perjanjian Gianti oleh pihak
kolonial dan pihak keraton Ngayogyokarto Hadiningrat. Dan luas wilayah provinsi
Yogyakarta itu dibandingkan luas Pulau Jawa secara keseluruhan maka didapatkan
angka satu banding delapan atau luas Yogyakarta saprowolon Pulau Jawa, dengan
demikian ramalan Joyoboyo sudah terbukti untuk kesekian kalinya.
Jasa keraton Yogyakarta di masa proklamasi kemerdekaan dan pada masa
mempertahankan kemerdekaan tidak perlu diragukan lagi mendukung penuh Republik
Indonesia yang masih bayi merah.
Kembali pada toleransi bangsa Jawa yang sangat luarbiasa, hal demikian juga
dilakukan oleh Kasultanan Yogyakarta dalam mendukung Republik Indonesia sampai
hari ini. Bahkan demi toleransi yang itu juga prajurit Kasultanan Yogyakarta
yang bersenjata tua dan juga personilnya sudah pada berusia lanjut dan tidak
dilakukan regenerasi lagi. Itulah lambang budaya wujud kesetiaan Kasultanan
terhadap NKRI, dan untuk itu bangsa Jawa tidak pernah merasa perlu minta
dihargai oleh bangsa lain di Nusantara.
*****
0 komentar: (+add yours?)
Posting Komentar